BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penulis ingin tahu sejauhmana guru mendidik anak
didiknya untuk sukses. Ukuran sukses memang sangat mungkin berbeda antara satu
orang dengan orang lain. Namun hampir dapat dipastikan bahwa semua orang akan
mempunyai pandangan yang sama, yakni bahwa setiap orang akan senang jika
anaknya menjadi pandai dan bermanfaat. Oleh karena itu penulis terdorong untuk
mengangkat judul tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
Menjelaskan tujuan pendidikan
1.2.2
Menjelaskan pendidikan agama untuk perbaikan hidup
1.2.3
Menjelaskan pendidikan agama, etika sosial dan perilaku
sehari-hari
1.2.4
Menjelaskan pembiasaan yang perlu dilakukan
1.2.5
Menjelaskan pembiasan berpikir kritis dan inovatif
1.2.6
Menjelaskan aspek-aspek dalam pembelajaran
1.2.7
Menjelaskan cara kita menghargai guru
1.2.8
Menjelaskan peran dan tanggung jawab para pendidik
1.2.9
Sharing experience
1.2.10
Fungsi sekolah / madrasah
1.2.11
Menjelaskan tentang hubungan madrasah dengan orangtua
murid
1.2.12
Menjelaskan hubungan sekolah / madrasah dengan
masyarakat
1.3 Tujuan
Penulis mempunyai tujuan tertentu mengapa penulis
mengangkat judul ini, diantaranya ;
1.
Penulis ingin tahu bagaimana guru bisa menciptakan
madrasah / sekolah untuk mendidik sukses masa depan
2.
Sejauhmana pendidikan agama ditanamkan dalam pendidikan
sekolah
3.
Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan untuk
mendidik anak sukses
4.
Aspek apa saja yang harus dilakukan
5.
Sejauhmana guru bisa berperan dalam mendidik anak
didiknya
6.
Ingin mengetahui sejauhmana hubungan guru, orangtua,
dan masyarakat dalam pendidikan
1.4 Sistematika Penulisan
BAB II ISI
2.1
Mendidik Untuk Sukses
2.2
Menciptakan Masyarakat atau Sekolah untuk Mendidik Anak
Sukses Masa Depan
2.3
Tujuan Pendidikan (Iman, Taqwa) dan Civic Education
2.4
Pendidikan Agama Untuk Perbaikan Hidup
2.5
Pendidikan Agama, Etika Sosial dan Perilaku Sehari-hari
2.6
Pembiasaan yang Perlu Diwujudkan
2.7
Membiasakan Berpikir Kritis dan Inovatif
2.8
Empat Aspek, Reading,
Writing, Speaking & Listening
2.9
Mati Kita Menghargai Guru
2.10
Peran dan Tanggung Jawab Para Pendidik
2.11
Sharing Experience
2.12
Kepala Sekolah / Madrasah
2.13
Hubungan Madrasah dengan Orangtua Murid
2.14
Hubungan Madrasah / Sekolah dengan Masyarakat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Mendidik
Untuk Sukses
2.2
Menciptakan
Masyarakat atau Sekolah untuk Mendidik Anak Sukses Masa Depan
Kesuksesan belajar anak didik merupakan keinginan dan
tujuan setiap orang tua. Untuk itu, perlu diuraikan upaya apa saja yang harus
dilakukan, baik oleh madrasah/sekolah maupun oleh orang tua, bahkan juga oleh
masyarakat. Bagaimana caranya untuk mendidik anak menjadi anak yang sukses,
yakni pandai dan bermanfaat.
2.3
Tujuan
Pendidikan (Iman, Taqwa) dan Civic Education
Tujuan pendidikan nasional seperti termaktub dalam
Undang-Undang No. 2 tahun 1989 disebutkan sebagai berikut: “Pendidikan Nasional
bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan”.
Kata kunci yang patut diperhatikan dari tujuan
pendidikan nasional tersebut adalah kata taqwa.
Sebagai kata kunci yang banyak disebut dalam Al-Qur’an sebenarnya kata taqwa
mengacu pada makna “merasakan kehadiran Tuhan
dalam keseharian manusia”. Namun, sayangnya pemaknaan ini seringkali berbeda
dengan pelaksanaan di tingkat realitas. Taqwa dalam praktek pendidikan nasional
kita sering diungkapkan hanya sebagai suplemen yang formal, tanpa ada
keseriusan untuk memahami dan mendalami maknanya dan kemudian mempraktekkannya.
Faktor lain adalah kebanyakan ahli kurikulum pendidikan,
termasuk pendidikan agama, dan para pembuat kebijakan pendidikan belum berpikir
ke arah sana.
Mestinya dengan adanya perubahan UUD 1945, terutama sekali yang berkaitan
dengan pendidikan, maka perhatian itu harus serius. Penjabaran taqwa ke dalam
proses pembelajaran telah tercerabut dari akar maknanya.
Mari kita perhatikan salah satu ayat al-Qur’an yang
menyebutkan ciri-ciri taqwa, sebagaimana dalam surat al-Baqarah [2]:177 yang terjemahnya
sebagai berikut:
“Bukanlah menghadapkan wajahmu ke
arah timur dan barat itu sebagai suatu kebajikan. Kebajikan itu sesungguhnya
adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab,
nabi-nabi; memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,
orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan), dan orang yang meminta-minta; [memerdekakan] hamba sahaya,
mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; orang yang menepati janjinya apabila
ia berjanji; dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar [imannya] dan merekalah orang
yang be taqwa”.
Ciri-ciri taqwa pada ayar tersebut bukan hanya terletak
pada hubungan antara manusia dengan Tuhannya (berupa penegasan simbol dan
praktek ritual), tetapi juga meliputi masalah-masalah yang berkaitan langsung
dengan kemanusiaan, membantu orang lain, merelakan sebagian hartanya untuk
didermakan kepada orang yang memerlukan, dan sebagainya. Salah satu ciri yang
jarang sekali – kalau tidak disebut hampir tidak pernah – dibahas baik di dalam
pengajian maupun di dalam praktek pendidikan kita adalah “menepati janji” (wa al-mufuna bi-‘ahdihim idza ‘ahadu).
Padahal dalam ajaran Islam janji adalah masalah serius sehingga ada hadits Nabi
bahwa janji itu sama dengan hutang – yang
harus dibayar. Agar seseorang menepati janji, ia harus mempunyai rasa
respek terhadap orang yang ia beri janji (tidak meremehkan).
Jika tujuan pendidikan mengacu pada makna taqwa seperti
ini maka penjabarannya ke dalam rumusan operasional merupakan keharusan. Tujuan
pendidikan seperti didefinisikan oleh para ahli pendidikan memang
bermacam-macam, namun yang terpenting dapat penulis sebutkan sederhana,
misalnya “mendidik seseorang untuk menjadi insan yang baik, sehingga secara
otomasis menjadi warga negara yang bermanfaat”.
Tujuan pendidikan yang jelas akan mengarahkan guru untuk
mendidik siswa agar menjadi insan yang baik berarti menjadi warga negara yang
baik pula.
2.4
Pendidikan
Agama Untuk Perbaikan Hidup
Sering terjadi salah paham diantara kita karena
menganggap bahwa pendidikan agama Islam hanya memuat pelajaran yang berkaitan
dengan akhirat atau kehidupan setelah mati. Bahkan ada yang berlebihan
kesalahannya karena menganggap bahwa madrasah hanya mendidik anak untuk siap
meninggal dunia, dengan konsekuensi negatif: (a) bahwa bekerja keras untuk
mengejar keduniaan tidak diperlukan; dan (b) lebih fatal lagi bahwa pendidikan
agama untuk mempersiapkan diri sewaktu-waktu meninggal dengan cara apapun,
termasuk bunuh diri. Yang benar adalah bahwa madrasah, atau lebih umum lagi
pendidikan agama, dilaksanakan untuk memberi bekal siswa dalam mengarungi
kehidupan di dunia yang hasilnya nanti mempunyai konsekuensi di akhirat.
2.5
Pendidikan
Agama, Etika Sosial dan Perilaku Sehari-hari
Pendidikan agama tidak cukup hanya menghafal
ajaran-ajaran atau teori-teori, tidak cukup ditulis dan dihafal oleh murid
kemudian ditagih melalui ujian tertulis. Kelemahan pengajaran akhlaq di masrasah/sekolah selama ini
karena terjebak pada verbalisme atau cognitive
oriented, bukan penanaman nilai.
Dalam konteks etika sosial, contoh ketika mengajarkan surat al-Ma’un. Dalam
praktek pengajarannya, akan lebih baik jika anak didik diajak melihat langsung
obyek ayat tersebut, yaitu anak yatim dan orang miskin. Misalnya anak diajak
mengunjungi panti asuhan, panti jompo, korban pengungsian, anak-anak jalanan,
untuk berdialog dengan mereka. Pembelajaran yang memberikan pengalaman langsung
terhadap situasi dimana ada orang yang wajib dibantu akan jauh lebih mengena
bagi anak dibandingkan dengan hanya ceramah di depan kelas.
Tugas-tugas seperti model portofolio bisa menjadi media
membiasakan anak didik untuk saling tolong menolong, mengerti orang lain,
memuliakan orang lain, fair dan
toleran. Dalam tindak lanjutnya mempraktekkan apa yang biasa disebut dengan
voluntarisme atau philanthropy.
2.6
Pembiasaan
yang Perlu Diwujudkan
Pembiasaan merupakan proses pendidikan. Aspek ini sering
dilupakan oleh para pendidik bahkan juga oleh sebagian ahli pendidikan.
Pendidikan yang instant berarti
meniadakan pembiasaan. Tradisi dan bahkan juga karakter (perilaku) dapat
diciptakan melalui latihan dan pembiasaan.
Pembiasaan bukan hanya dalam masalah agama saja, tetapi
juga aktivitas kehidupan sehari-hari. Kebersihan – termasuk dapat diawali
dengan landasan ajaran agama – merupakan praktek yang perlu pembiasaan,
meskipun pada awalnya harus dipaksakan.
Berikutnya, kalau aktivitas itu sudah menjadi kebiasaan,
ia akan menjadi habit (kebiasaan yang
sudah dengan sendirinya, dan bahkan sulit untuk dihindari). Ketika menjadi habit, ia akan selalu menjadi aktivitas
rutin.
Pembiasaan ini bukan saja untuk pendidikan formal, namun
juga kehidupan sehari-hari di keluarga dan masyarakat. Jelaslah bahwa
implementasi nilai-nilai yang berkaitan dengan etika sosial haruslah diadakan
pembiasaan, tidak cukup hanya menghafal rangkaian pasal atau ungkapan mengenai
etika sosial.
2.7
Membiasakan
Berpikir Kritis dan Inovatif
Pendidikan formal, terutama sistem persekolahan, kurang
memberikan ruang yang cukup bagi siswa untuk mengemukakan pendapat dan
penggunaan daya nalar yang bebas. Sebaliknya kerapkali pola pendidikan kita
cenderung mengekang perkembangan pemikiran anak. Akibatnya, kreativitas,
apalagi inovasi, bukan saja kurang berkembang namun bahkan sampai pada titik
nadir, tidak muncul. Ini salah satu
kelemahan dan sekaligus sebab mengapa pendidikan kita jauh dari hasil
yang kita harapkan. Seharusnya daya kreativitas dan inovasi ditumbuhkan dan
dikembangkan sejak di sekolah – bahkan sistem pendidikan formal kita harus
mampu mengembangkan dan mendorong ke arah sana.
Siswa akan dianggap hebat jika sudah sanggup berpikir kritis dan kreatif.
Terlebih jika ia sudah mulai mampu menciptakan sesuatu yang dapat disebut
sebagai hasil inovasinya. Hanya pertumbuhan dan perkembangan kreativitas,
kritis dan inovasi bagi siswa yang akan sanggup mengantarkan mereka ke kancah
persaingan bebas dalam era globalisasi. Kita harus sadar bahwa ciri utama
globalisasi adalah persaingan bebas.
Bagaimana cara menanamkan atau membiasakan sikap
kreatif, kritis dan inovatif? Untuk anak kecil bisa dengan menggunakan mainan
atau cara bermain, dongeng/cerita, dan lainnya. Biasanya anak akan senang
sekali jika mendapatkan sesuatu, misalnya membongkar-bongkar kasur, pakaian
atau mainan apa saja. Dalam konteks pendidikan, kondisi ini harus ditumbuhkan,
bukan dimatikan, artinya guru perlu memikirkan bagaimana cara menumbuhkan
kreativitas murid dengan menyediakan dan “membiarkan” keingintahuan mereka
tumbuh dan berkembang secara wajar dan alami, tanpa ada gangguan.
2.8
Empat Aspek,
Reading, Writing,
Speaking & Listening
Ketika belajar bahasa ada empat aspek yang harus
mendapatkan penekanan; yaitu speaking
(berbicara), reading (membaca), writing (menulis), dan listening (mendengarkan). Artinya,
seseorang akan dianggap mampu berbahasa suatu bahasa tertentu jika sudah
menguasai keempat aspek dari bahasa tersebut. Kalau kita perhatikan, sebenarnya
keempat aspek itu bukan hanya untuk pelajaran bahasa, namun juga bisa digunakan
secara umum dalam proses pembelajaran, bahkan juga mencakup pendidikan
kepribadian. Artinya, setiap siswa hendaknya menguasai keempat aspek tersebut.
Lebih dari itu, aspek-aspek tersebut juga mengajarkan karakter atau kepribadian
dan dalam beberapa hal juga intelektual/logika.
Aspek pertama adalah speaking.
Aspek ini bukan hanya sekedar dapat mengucap, namun hendaknya juga mengajarkan
berbicara yang santun, mengajarkan berbicara
yang argumentatif serta berbicara tepat atau proporsional.
Tahap berikutnya adalah kemampuan membaca siswa di dalam
hari, tanpa perlu melafalkan bunyi huruf kalimat. Ketika siswa telah mampu
membaca cepat (speed reading).
Tampaknya, sampai sekarang belum ada pelajaran membaca cepat bagi anak sekolah
di tingkat dasar (MI/SD) atau menengah. Padahal di negara-negara maju aspek ini
diajarkan.
Di samping speaking
dan reading, perlu pula
mendapatkan perhatian serius, sebagai aspek ketiga, pelajaran bagaimana menulis
yang baik dan benar atau writing
(penekanannya bukan pada “menulis indah” [khath],
sebagai bagian dari seni). Menulis sebenarnya merupakan ungkapan diri sendiri.
Melalui tulisanlah, seseorang atau anak didik dapat mengekspresikan perasaan,
menajamkan daya nalar dan memperhalus budi. Untuk dapat menulis dengan baik
diperlukan pengetahuan tentang tata bahasa (grammar).
Aspek keempat yang perlu mendapatkan perhatian serius
pula adalah kemampuan mendengarkan (listening).
Yang dimaksudkan dengan listening
disini tidak kebalikan dari tuli. Ini artinya bahwa anak dapat memahami isi dan
maksud orang lain yang ia terima melalui pendengaran, baik diucapkan oleh orang
lain atau disampaikan dalam berita radio atau televisi. Kini tampaknya tidak
ada jaminan bahwa anak kelas V MI/SD dapat faham betul ketika mendengarkan berita di radio atau televisi. Karena
itu, kemampuan mendengarkan perlu diajarkan dan dipraktekkan. Barangkali
perlu ada kebiasaan tugas laporan tertulis dari hasil mendengarkan radio atau
televisi. Atau ada laporan dari hasil mendengarkan ceramah umum atau khutbah.
2.9
Mati Kita
Menghargai Guru
Penghargaan terhadap guru bukan sekedar tuntutan para
guru, namun merupakan kewajiban kita untuk melakukannya. Sejelek-jelek guru,
mereka sudah berbuat untuk anak-anak kita. Dalam tradisi Islam, ustadz
(biasanya diartikan dengan guru ngaji).
Penghargaan
terhadap guru bukan hanya dengan ungkapan atau pernyataan ucapan lisan,
seharusnya nasib guru pun diperhatikan serius oleh pemerintah dan masyarakat
kita.
2.10 Peran dan Tanggung Jawab Para Pendidik
Kalau uraian di atas alamatnya, terutama sekali, kepada
selain guru untuk menghargai guru, maka di sini alamatnya adalah guru itu
sendiri. Di satu sisi, kita harus menghargai guru; namun di sisi yang lain guru
kita juga harus bertindak sebagai guru yang baik sehingga penghargaan akan
datang. Guru adalah pendidik bukan buruh, sehingga aturan hukumnya juga
hendaknya tidak disamakan dengan peraturan mengenai buruh. Apapun upaya yang
dilakukan untuk menghargai guru, jika guru kita tidak menjalankan peran guru
yang sebenarnya ditambah sifat-sifat yang lainnya, penulis kita sulit untuk
menciptakan kondisi agar kita menghormati dan menghargai guru.
Guru memiliki peran yang besar, terutama sekali bagi
murid SD/MI. dalam pandangan masyarakat pun semula demikian, sehingga ada
istilah seperti guru sebagai contoh dan panutan (Jawa: digugu lan ditiru). Di dunia modern dan sekular pun peran guru
sangat besar. Guru dituntut untuk mampu menjadi caregiver (pengemong/pembimbing), role model (contoh), dan mentor
(penasehat). Tiga peran ini juga sudah menjadi keyakinan hampir semua orang
meskipun penjabaran dan realisasinya kini sering kurang mendapatkan perhatian.
1.
Caregiver (Pengemong/pembimbing)
Ada
beberapa hal yang tidak boleh dilakukan oleh guru, antara lain:
a.
Tidak boleh meremehkan/merendahkan murid.
b.
Tidak boleh memperlakukan kurang adil terhadap sebagian
murid.
c.
Tidak boleh membenci kepada sebagian murid.
2.
Model (Contoh)
Gerak-gerik guru sebenarnya selalu diperhatikan oleh
setiap murid. Tindak tanduk, perilaku, dan bahkan gaya guru mengajarpun akan sulit dihilangkan
dalam ingatan setiap murid. Lebih besar lagi karakter guru juga selalu
diteropong dan sekaligus dijadikan cermin oleh murid-muridnya. Pada intinya, guru
dijadikan cermin oleh muridnya: apakah yang baik ataupun yang buruk. Kedisiplinan,
kejujuran, keadilan, kebersihan, kesopanan, ketulusan, ketekunan, kehati-hatian
akan selalu direkam oleh murid-muridnya dan dalam batas-batas tertentu akan
diikuti oleh murid-muridnya. Demikian pula sebaliknya, semuanya akan menjadi
contoh bagi murid.
Kita tahu bahwa kebaikan guru akan menjadi contoh
meskipun dalam prakteknya cukup sulit. Sedangkan kejelekan guru akan dengan
mudah diikuti oleh murid-muridnya. Berbicara mengenai contoh, memang lebih
dominan hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai moralitas. Adalah wajar dan
benar pepatah “guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Artinya, jika ada
guru yang mempunyai perilaku jelek sedikit, murid akan mencontohnya dengan
mempunyai perilaku jelek lebih banyak lagi. Disinilah, peran guru sebagai
contoh sangat penting dan mengukir bagi tiap-tiap murid.
3.
Mentor
(Penasihat)
Dengan adanya hubungan batin atau emosional antara
murid dan gurunya, maka sekaligus guru mempunyai peran sebagai penasihat (mentor). Cara bagaimana guru memberi
nasihat kepada muridnya, tergantung tuntutan dan tergantung pula kemahiran guru
memberikannya. Mungkin langsung, secara pribadi, mungkin lewat surat, mungkin dengan cara lain lagi. Yang
penting, ketika guru memberi nasihat kepada muridnya tidak dalam kondisi
meremehkan atau menjelekkan murid, yang mengakibatkan murid merasa dihina atau
dipermalukan.
Di samping peran guru sebagai caregiver, role model, dan mentor
tersebut di atas, ada beberapa sifat yang harus dimiliki oleh guru, jika ingin pendidikan kita sukses. Sifat-sifat guru itu
meliputi antara lain: 1) memahami perannya sendiri, 2) tulus, 3) bangga dan
puas jika melihat anak didik sukses, 4) sabar, 5) tekun (telaten), 6) paham dan menguasai apa
yang diajarkan, 7) selalu belajar, 8)
ada panggilan untuk mendidik, 9) kerja keras, dan sebagainya. Dengan sifat tulus,
seorang guru akan dengan senang hati mendidik murinya.
Tidak mustahil seorang guru pada awalnya kurang
tertarik menjadi guru. Mungkin juga beranggapan bahwa profesi guru mengandung
unsur-unsur yang kurang baik, yang sangat berpengaruh terhadap kinerja sebagai
guru. Lalu bagaimana untuk mengubah dirinya? Ada beberapa cara yang dapat dicoba, antara
lain:
a.
Menata niat kembali untuk menjadi guru yang baik
b.
Menyadari perannya sebagai guru
c.
Berusaha menjadi guru yang baik dan bermanfaat
d.
Melaksanakan pekerjaan sebagai guru adalah ibadah.
2.11 Sharing Experience
“Menjadi guru yang baik” bukanlah hal gampang. Selain
memiliki kompetensi moral dan personal sebagaimana disinggung di atas, guru
mesti memiliki kompetensi profesional.
2.12 Kepala Sekolah / Madrasah
Kalau guru harus memiliki jiwa sebagai pendidik, kepala
sekolah seharusnya memiliki nilai lebih dari itu. Kepala madrasah/sekolah juga
harus mempunyai beberapa peran dan sifat di atas. Nilai inilah yang sebenarnya
menggerakkan dan menjadi “ruh” kemajuan madrasah/sekolah, bukan semata-mata
dari performance (penampilan) fisik
sekolah.
2.13 Hubungan Madrasah dengan Orangtua Murid
Akhir-akhir ini sering dikeluhkan seolah-olah madrasah
terpisah dari orang tua murid karena kurang ada komunikasi dan kerja sama.
Sesungguhnya madrasah memiliki potensi yang besar untuk
membangun hubungan yang komunikatif dengan orang tua murid karena orang tua
murid madrasah biasanya percaya terhadap madrasah dan masih mempunyai hubungan
erat dengan anak-anaknya, meskipun dalam hal kebutuhan pendidikan-terutama
sekali pendanaan – kurang memperhatikan yang disebabkan oleh kurangnya
kemampuan dari segi keuangan. Ada
beberapa contoh langkah yang perlu diambil dalam hubungan madrasah/sekolah
dengan orang tua murid (ini tampak kesuksesan, terutama sekali bagi orang tua
yang mempunyai perhatian terhadap kesuksesan belajar anaknya):
1.
Orang tua murid dilibatkan dalam pembinaan kepribadian
murid.
2.
Orang tua murid dilibatkan dalam kehidupan di luar
madrasah/sekolah.
3.
Orang tua murid
dilibatkan dalam proses pembelajaran dalam menyelesaikan Pekerjaan Rumah
(PR) atau tugas-tugas lainnya.
4.
Orang tua dilibatkan untuk ikut memikirkan kemajuan
anak-anaknya.
5.
Orang tua ikut membimbing dan membina anaknya sejalan
dengan program madrasah/sekolah.
2.14 Hubungan Madrasah / Sekolah dengan
Masyarakat
Keberhasilan pendidikan madrasah di daerah tertentu pada
dasarnya juga keberhasilan masyarakat di daerah tersebut. Ini akan berdampak
langsung kepada para tokohnya dan para pejabatnya. Yang harus dilakukan oleh
kepala madrasah adalah melakukan upaya-upaya agar masyarakat bersedia terlibat
secara langsung untuk ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan madrasah.
Contoh upaya yang dapat dilakukan, antara lain adalah
sebagai berikut:
1.
Sosialisasi kepada para pimpinan formal, meliputi
eksekutif dan legislatif.
2.
Melibatkan para pejabat daerah (eksekutif dan
legislatif) untuk ikut memiliki madrasah.
3.
Menunjukkan program langsung, di samping mendidik
anak-anak daerah, seperti menunjukkan prestasi murid dan guru madrasah atau
keberhasilan madrasah secara keseluruhan.
Madrasah hendaknya selalu meningkat kerjasama dengan
masyarakat. Meskipun saat ini secara birokrasi (administrasi) sentralisasi,
oleh karena madrasah dianggap bagian dari Departemen Agama, madrasah tetap
dapat melakukan madrasah-based management
(manajemen berbasis madrasah) dan community-based
education (pendidikan berbasis masyarakat). Melibatkan masyarakat adalah
penting terutama berkaitan dengan perkembangan kurikulum lokal dan muatan
kompetensi dasar.
BAB III
KESIMPULAN
Kesuksesan
belajar anak didik merupakan keinginan dan tujuan setiap orang tua, oleh karena
itu, agar anak didik nantinya menjadi anak yang sukses, yakni pandai dan
bermanfaat.
Dalam
pendidikannya harus menentukan terlebih dahulu tentang tujuan pendidikan, serta
pendidikan seperti apa yang layak diberikan, juga guru pun harus berperan
sebaik mungkin.
Jadi,
anak didik akan tumbuh jika sekolahnya memenuhi kriteria tadi di atas, dan anak
didik pun akan menjadi anak yang sukses, pandai dan bermanfaat bagi masyarakat,
negara dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
·
Muhammad Tholhah Hasan. Islam dan Sumber Daya Manusia. Lantabora Press, Jakarta : 2007
·
Gulo W. Strategi
Belajar Mengajar. PT. Grasindo, Jakarta
: 2002
·
Azizy A Qodry. Pendidikan (Agama) Untuk Membangun Etika Sosial. Aneka Ilmu, Jogjakarta : 2002
KATA PENGANTAR
Segala
puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Rabb seluruh alam, atas segala
nikmat dan karunia-Nya. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Nabi Kita, yakni Nabi Muhammad SAW. Semoga Allah memberkati beliau,
keluarga, sahabat-sahabat-Nya serta seluruh umat yang telah mengikuti
petunjuk-Nya.
Alhamdulillah,
alhamdulillah, berkat rahmat petunjuk serta izin-Nya penulis dapat membuat dan
menyelesaikan Makalah yang berjudul. “Mendidik
Untuk Sukses” yang merupakan salah satu tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia.
Dalam
penyusunan makalah ini penulis menyadari banyak sekali kekurangannya baik dalam
segi penulisan, penyusunan penyusunan ataupun pembahasannya. Karena penulis
sadari, bahwa masih banyak kekurangan dalam diri penulis, sehingga dalam
penulisan, penyusunan dan pembahasannya belumlah mencapai sempurna.
Oleh
karena itu, saran dan kritikan yang membangun sangat penulis harapkan dalam hal
ini. Meskipun demikian, mudah-mudahan ada manfaat serta pelajaran yang dapat
diambil dari penyusunan makalah ini.
Demikian
ini penulis bermunajat kepada Allah SWT, semoga penulisan Karya Tulis ini
menjadi amal yang di ridhoi dan menjadikan bermanfaat bagi orang yang
membacanya.
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ................................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
.................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 1
1.3 Tujuan................................................................................................... 1
1.4 Sistematika Penulisan .......................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
2.1 Mendidik
Untuk Sukses................................................................ ....... 3
2.2 Menciptakan
Masyarakat atau Sekolah untuk Mendidik
Anak
Sukses Masa Depan.......................................................... ....... 3
2.3 Tujuan
Pendidikan (Iman, Taqwa) dan Civic Education..................... 3
2.4 Pendidikan
Agama Untuk Perbaikan Hidup........................................ 5
2.5 Pendidikan
Agama, Etika Sosial dan Perilaku Sehari-hari................... 5
2.6 Pembiasaan
yang Perlu Diwujudkan.................................................... 6
2.7 Membiasakan
Berpikir Kritis dan Inovatif........................................... 6
2.8 Empat
Aspek, Reading, Writing, Speaking & Listening...................... 7
2.9 Mati
Kita Menghargai Guru................................................................. 8
2.10
Peran dan Tanggung Jawab Para Pendidik........................................ 8
2.11
Sharing Experience.......................................................................... 10
2.12
Kepala Sekolah / Madrasah............................................................. 11
2.13
Hubungan Madrasah dengan Orangtua Murid................................ 11
2.14
Hubungan Madrasah / Sekolah dengan Masyarakat........................ 11
BAB
III PENUTUP
............................................................................................... 10
A.
Kesimpulan ........................................................................................ 10
DAFTAR
PUSTAKA ............................................................................................... 14
|
MENDIDIK UNTUK
SUKSES
Makalah
Diajukan untuk
memperoleh salah satu
Mata Kuliah Bahasa
Indonesia
Disusun oleh :
HILMI MUHAMAD
ZEIN
NPM. 11.110.0156
SEKOLAH TINGGI
ILMU EKONOMI (STIE)
“YASA ANGGANA”
GARUT
2011